GURU DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses
kegiatan mengajar belajar (KMB) ialah suatu proses kegiatan yang dilaksanakan
di suatu lembaga pendidikan ataupun instansi pendidikan di dalam suatu proses
belajar mengajar terdapatlah suatu susunan ataupun syarat terselenggaranya
proses belajar mengajar diantaranya yakni Guru,Murid,ruangan kelas / lingkungan
belajar dan juga alat untuk penunjang belajar mengajar tentunya.
Di dalam
susunan ataupun syarat dalam proses belajar mengajar itu sangatlah berkaitan antara
satu sama lain dan sangat dibutuhkan sekalai dalam proses terjadinya kegiatan
belajar mengajar, apabila dalam proses tersebut tidak ada guru apa jadinya,
kemudian apabila tidak ada murid ataupun siswa maka apa yang akan berjalan,
apabila tidak ada lingkungan kelas, apakah akan kondusif pelaksanaan belajar
mengajarnya tersebut? Dan kemudian jikalau tidak ada alat penunjang
pembelajaran, maka apa jadinya, bagaimana guru memaparkan, meringkas, memberikan sesuatu ilmu kepada muridnya
jika tidak terdapat alat dalam penunjang pendidikan.
Dalam rangkaian tersebut sangatlah
erat hubungannya baik antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi dapat
digaris bawahi. Bahwa, didalam suatu suasana belajar mengajar peran yang
terpenting di dalamnya ialah seorang guru. Karena, jika tidak ada guru, maka
tidak ada namanya belajar mengajar dan rusaklah seluruh komponen yang ada.
Guru adalah
inti daripada seluruh kegiatan belajar mengajar. Maka dari itu segala sesuatu
yang berkaitan dengan belajar mengajar kuncinya ialah guru. Apabila seorang
guru berhasil membuat suatu keberhasilan dikelas maka sukseslah kegiatan
belajar mengajar tersebut. Tapi, apabila sebaliknya, maka hancurlah proses
belajar mengajar tersebut
B. Rumusan Masalah
1.
Seperti
apakah karakteristik kepribadian seorang guru itu?
2.
Bagaimana kompetensi profesionalisme guru?
3.
Bagaimanakah hubungan guru dengan proses belajar belajar
mengajar?
4.
Apa
fungsi guru dalam proses
belajar mengajar?
5.
Bagaimana posisi dan
ragam guru dalam belajar-mengajar?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui dan memahami karakteristik kepribadian seorang guru
2. Untuk
mengetahui dan memahami kompetensi
profesionalisme guru
3. Untuk
mengetahui dan memahami hubungan guru
dengan proses belajar belajar mengajar
4. Untuk mengetahui dan memahami fungsi guru
dalam proses belajar mengajar
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana posisi dan ragam guru dalam belajar-mengajar
`
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Guru
Secara terminologi, guru sebagaimana
dijelaskan oleh WJS Poerwadarminta adalah “Orang yang mendidik”.[1]Pengertian
ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam
bidang mendidik.
Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata
yang berdekatan artinya dengan pendidik, sepertiteacher yang diartikan dengan guru atau pengajar
dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru
yang mengajar di rumah.[2]
Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz yang berarti teacher (guru) atau professor(gelar akademik =
guru besar), muddaris yang berarti teacher (guru) atau instructor(pelatih) dan lecturer (dosen), muallim yang juga berarti teacher (guru) atau instructor(pelatih), serta trainer (pemandu) dan juga kata mu’adib yang berarti educator(pendidik).[3]
Secara etimologi, istilah guru sebagaimana
dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah “Orang yang kerjanya mengajar atau
memberikan pelajaran di
sekolah/kelas.[4]
Secara khusus ia menegaskan bahwa guru berarti “Orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak
mencapai kedewasaan masing-masing.[5] Guru
dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di
depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah
anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam
mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai
orang dewasa.
B. Karakteristik Kepribadian
Guru
Menurut
tinjauan psikologi, kepribadian adalah sifat hakiki individu yang tercermin
pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Mc Leod (1989) mengartikan
kepribadian (personality) sebagai sifat yang khas yang dimiliki oleh seseorang.
Dalam hal ini, kepribadian adalah karakter atau identitas. Kepribadian guru
mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan
kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud dengan kepribadian di
sini meliputi pengetahuan, keterampilan, ideal, sikap dan juga persepsi yang
dimilikinya tentang orang lain.[6]
Kepribadian adalah faktor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia.
Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai
panutan. Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka,
Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1982) menegaskan bahwa kepribadian
itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik
bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari
depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat SD) dan
mereka yang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).[7]
Sejumlah percobaan dan hasil-hasil observasi
menguatkan kenyataan bahwa banyak sekali yang dipelajari oleh siswa dari
gurunya, merefleksikan perasaan-perasaannnya, menyerap keyakinan-keyakinannya,
meniru tingkah lakunya, dan mengutip pernyataan-pernyataannya. Pengalaman
menunjukkan bahwa masalah-masalah seperti motivasi, disiplin, tingkah laku
social, prestasi, dan hasrat belajar yang terus menerus, semuanya bersumber
dari kepribadian guru. Secara konstitusional, guru
hendaknya memiliki keahlian yang diperlukan (pasal 42 ayat 1 dan 2 UU Sisdiknas
2003).[8]
1. Fleksibilitas Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta)
merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan yang memadai dalam
situasi tertentu. Kebalikannya frigiditas kognitif adalah kekauan ranah cipta
yang ditandai dengan kekurangmampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan
situasi yang dihadapi.
Pada umunya guru yang fleksibel ditandai
dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu ia juga mempunyai
resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur
(terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Seorang guru yang fleksibel
akan selalu berpikir kritis ketika mengamati atau mengenali suatu objek atau
situasi tertentu. Berpikir kritis adalah berpikir dengan penuh pertimbangan
akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau
mengingkari sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & kaye, 1990).
Berikut ini adalah tabel-tabel perbedaan
karakteristik guru yang luwes dan guru yang kaku, yang bersumber dari Daradjat
(1982), Surya (1982), Burns (1991), Petty (2004).
KARAKTERISTIK KOGNITIF PRIBADI GURU
CIRI PRILAKU KOGNITIF GURU
|
|
Guru luwes
|
Guru kaku
|
1. Menunjukkan keterbukaan dalam
perencanaan kegiatan mengajar-belajar
|
1. Tampak terlampau dikuasai oleh
rencana pelajaran, sehingga alokasi waktu sangat kaku
|
2. Menjadikan materi pelajaran
berguna bagi kehidupan nyata siswa
|
2. Tak mampu memodifikasi materi
silabus
|
3. Mempertimbangkan berbagai
alternatif cara mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa
|
3. Tak mampu menangani hal yang
terjadi secara tiba-tiba ketika PMB berlangsung
|
4. Mampu merencanakan sesuatu dalam
keadaan mendesak
|
4. Terpaku pada aturan yang berlaku
meskipun kurang relevan
|
5. Dapat menggunakan humor secara
proposional dalam menciptakan situasi PMB yang menarik
|
5. Terpaku pada isi materi dan metode
yang baku sehingga situasi PMB monoton dan membosankan
|
SIKAP KOGNITIF GURU TERHADAP SISWA
CIRI SIKAP KOGNITIF GURU
|
|
Guru luwes
|
Guru kaku
|
1. Menunjukkan prilaku demokratis dan
tenggang rasa kepada semua siswa
|
1. Terlalu memperhatikan siswa yang
pandai dan mengabaikan siswa yang lamban
|
2. Responsif terhadap kelas (mau
melihat, mendengar, dan merespons masalah disiplin, kesulitan belajar, dsb)
|
2. Tidak mampu/tidak mau mencatat
isyarat adanya masalah dalam PMB
|
3. Memandang siswa sebagai mitra
dalam PMB
|
3. Memandang siswa sebagai objek yang
berstatus rendah
|
4. Menilai siswa berdasarkan
faktor-faktor yang memadai
|
4. Menilai siswa secara serampangan
|
5. Berkesinambungan dalam menggunakan
ganjaran dan hukuman sesuai dengan penampilan siswa
|
5. Lebih banyak menghukum dan kurang
memberi ganjaran yang memadai atas prestasi yang dicapai siswa
|
SIKAP KOGNITIF GURU TERHADAP MATERI DAN METODE
CIRI SIKAP KOGNITIF GURU
|
|
Guru luwes
|
Guru kaku
|
1. Menyusun dan menyajikan materi
yang sesuai dengan kebutuhan siswa
|
1. Terikat pada isi silabus tanpa mempertimbangkan
kebutuhan siswa yang dihadapi
|
2. Menggunakan macam-macam metode
yang relevan secara kreatif sesuai dengan sifat materi
|
2. Terpaku pada satu atau dua metode
mengajar tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan materi pelajaran
|
3. Luwes dalam melaksanakan rencana
dan selalu berusaha mencari pengajaran yang efektif
|
3. Terikat hanya pada satu atau dua
format dalam merencanakan pengajaran
|
4. Pendekatan pengajarannya lebih
problematik, sehingga siswa terdorong untuk berpikir
|
4. Pendekatan pengajarannya lebih
preskiptif (perintah/hanya memberi petunjuk atau ketentuan)
|
2. Keterbukaan Psikologis Pribadi Guru
Hal lain juga menjadi faktor yang turut
menentukan keberhasilan tugas seorang guru adalah keterbukaan psikologis guru
itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar dari kompetensi profesional
(kemampuan dan kewenangan dalam melaksanakan tugas) keguruan yang dimiliki oleh
setiap guru.
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya
ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan
dirinya dengan faktor-faktor ekstrem antara lain siswa, teman sejawat, dan
lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas.
Disamping itu ia juga memiliki empati, yakni respon afektif terhadap pengalaman
emosional dan perasaan tertentu orang lain (Reber, 1998). Contohnya: jika
seorang murid diketahui sedang mengalami kemalangan, maka ia turut bersedih dan
menunjukkan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi
guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa. Keterbukaan psikologis merupakan
prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami
pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan psikologis juga diperlukan untuk
menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang harmonis,
sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa
ganjalan.
C. Kompetensi Dasar Guru
Menurut UU No 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, ada 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang
guru dalam pendidikan. Empat kompetensi dasar dimaksud adalah kompetensi
pedagogik, profesional, kepribadian dan kompetensi sosial.
v
Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
guru untuk memahami dinamika proses pembelajaran dengan baik. Seorang guru harus mempunyai wawasan yang luas, sehingga
guru sangat mampu dalam menyampaikan materi. Guru pun haruslah memahami
karakter dari peserta didik, salah satu yang paling penting lagi bagi guru
adalah membuat silabus dan menyusun RPP.
Salah satu yang perlu mendapat
perhatian dinamisasi pembelajaran adalah karakter dan potensi siswa yang
berbeda. Heterogenitas siswa akan menentukan disain pembelajaran maupun;
program, pelaksanaan dan penilaian.
v Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah
kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan baik, dan sangat menguasai materi yang akan di ajarkan.
Guru akan dapat mengelola pembelajaran apabila menguasai; materi pelajaran, mengelola kelas dengan baik, memahami
berbagai strategi dan metode pembelajaran, menggunakan media dan sumber belajar
yang ada.
v
Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah
kemampuan guru untuk menunjukkan sikap dan pribadi yang dapat ditiru dan
dipatuhi, yang mempunyai akhlakul yang mulia, bijaksana,
berwibawa demokratis, dewasa dan tegas. Guru sperti itulah yang pantas ditiru karena terdapat sikap dan pribadi yang
baik. Guru dipatuhi karena memiliki ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
siswa.
v
Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan
guru untuk berinteraksi dan berkomunikasi sosial yang baikdan santun. Bergaul dengan siswanya dengan baik dan efektif.
Di samping itu, guru juga diharapkan memiliki kompetensi untuk mengatasi konflik pergaulan sosial di lingkungan sekolah
maupun masyarakat.[9]
D. Hubungan Guru dan Proses Belajar Mengajar
Hal pokok mengenai hubungan antara
guru dengan proses belajar mengajar. Hal-hal pokok tersebut meliputi konsep
dasar PMB, fungsi guru dalam PMB, dan posisi guru dalam PMB.
1. Konsep dasar proses belajar mengajar
Hal-hal
yang termasuk dalam pembahasan konsep dasar PMB ini meliputi: 1. Definis dan
komunikasi dalam PMB 2. Strategi pengelolaan PMB 3. Sasaran kegiatan PMB.
2. Definisi dan komunikasi dalam proses
belajar mengajar
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa
yang disebut PMB ialah sebuah kegiatan yang integral (utuh) antara siswa
sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang
mengajar. Dalam
kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiplokal yakni hubungan antara guru
dengan para siswa dalam situasi instruksional, yaitu suasan yang bersifat
pengajaran.
Para siswa, dalam situasi
konstruksional ini menjadi tahapan kegiatan belajar melalui interaksi dengan
kegiatan tahapan mengajar yang dilakukan guru, namun, dalam proses belajar
mengajar masa kini disamping guru menggunakan interaksi resiprokal, ia juga dianjurkan memanfaatkan konsep
komunikasi banyak arah dalam rangka mengalahkan student active learning, cara
belajar siswa aktif (CBSA).
Selanjutnya, kegiatan PMB selayaknya
dipandang sebagai kegiatan sebuah sisitem yang memperoses input, yakni para
sisiwa yang diharapkan terdorong secara intrintik untuk melakukan pembelajaran
aneka ragam materi pembelajaran yang disajikan dikelas. Hasil yang diharapkan
dari PMB tersebut adalah output berupa para siswa yang telah mengalami
perubahan positif baik dimensi ranah cipta, rasa maupun karsanya, sehingga
cita-cita mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pun tercapai.
B.
Sasaran kegiatan proses belajar mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar, apapun materinya selalu
memiliki sasaran (target). Sasaran, yang juga lazim disebut tujuan itu pada
umumnya tertulis. Akan tetapi, ada juga sasaran yang tak tertulis dan dikenal
dengan objektive of mind.
Sasaran
yang dituju oleh PMB berssifat bertahap dan meliputi beberapa jenjang dari
jenjang yang konkret dan langsung dapat dilihat dan dirsakan sampai u=yang
bersifat nasional dan universal. Ditinjau dari sudut waktu pencapaiannya,
sasaran PMB dapat dikategorikan ke dalam tiga macam.
1. Sasaran-sasaran
jangka pendek, seperti TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus)
2. Sasaran-sasaran jangka menengah,
seperti tujuan pendidikan dasar, yakni untuk mempersiapkan siswa mengikuti
pendidikan menengah.
3. Sasaran-sasaran
jangka panjang, seperti tujuan pendidikan nasional.
Pada prinsipnya, setiap guru hanya wajib bertanggung jawab
atas terselenggaranya proses belajar mengajar vak atau bidang studi
pegangannya. Namun disamping itu, ia pun diharapkan ikut memikul tanggung jawab
bersam dalam mecapai tujuan yang lebih jauh sperti tujuan institusional (jenjang
lembaga pendidikan tempatnya bertugas), dan tujuan nasional. Karena menyadari
akan adanya keterkaitan anatra pelaksanaan PMB bidang studi seorang guru dengan
pelaksanaan PMB bidang studi lainnya, dan juga keterkaitan antara seluruh
kegiatan PMB dengan tujuan yang bersifat konstitusional, maka setiap guru harus
ikut memikul tanggung jawab mencapai tujuan bersama yang berskala nasional
bahkan universal.
Alhasil, tanggung jawab para guru tidak
terbatas pada pencapaian kecakapan-kecakapan tertentu yang dikuasai para siswa,
tetapi lebih jauh lagi yakni mencapai tujuan-tujuan ideal. Tujuan-tujuan ideal itu meliputi:
1. Tujuan pengembangan pribadi para
siswa sebagai individu mandiri
2.
Tujuan penhgembangan pribadi paras siswa sebagai warga dunia dan makhluk Tuhan
Yang Maha Esa
Adapun tujuan pendidikan internasiona/universal terdapat
dalam dokumen PBB dalam hal ini UNESCO (United Nations Educations, Scientific,
and cultural organization). Dalam dukumen yang khusus berisi tujuan pendidikan
disebutkan bahwa sasaran minimal usaha pendidikan adalah terciptanya warga
dunia yang memiliki kemampuan membaca dan menulis (literacy).
E. Peranan atau Fungsi Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Pada dasarnya fungsi atau peranan penting guru dalam PMB ialah sebagai direktur
belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan
kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik)
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan PMB. Dengan demikian,
semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam dunia pendidikan modern seperti
sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar menajdi direktur belajar.
Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan
berat pula.
Perluasan tugas dan tanggung jawab guru
tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian
integral (menyatu) dalam kompetensi profenionalisme keguruan yang disandang
oleh para guru. Menurut gagne, setiap guru berfungsi sebagai:
1) Perancang pengajaran
2) Pengelola pengajaran
3) Penilai prestasi belajar siswa.
A. Guru sebagai designer of instruction
Guru sebagai perancang pengajaran. Fungsi ini menghendaki
guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang
berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk merealisasikan fungsi tersebut,
maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip
belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar.
Rancangan tersebut sekurang kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Memilih dan menentukan bahan pelajaran
2. Merumuskan tujuan penyajian bahan
pelajaran.
3. Memilih metode penyajian bahan
pelajaran yang tepat.
4. Menyelenggarakan kegiatan evaluasi
prestasi belajar.
B. Guru sebagai manager of instruction
Guru sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki
kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh
tahapan proses tahapan belajar mengajar.
Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar
mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya,
sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna dan berhasil guna.
Salain
itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses
komunikasi baik dua arah maupun multiarah antar guru dan siswa dalam konteks
komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).
C. Guru sebagai evaluator of student
learning
Guru sebagai penilai hasil belajar siswa. Fungsi ini
menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi
belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.
Pada asasnya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti
kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan
kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan
belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu menunjukkan
kekurangann maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk
melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan (relearning). Sebaiknya, bila
evaluasi tertentu menunujkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan
diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar
materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai.
D. Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran. motivasi merupakan salah satu
aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi
bukan disebabkan kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya
motivasi untuk belajar. Dengan demikian, siswa yang berprestasi rendah belum
tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan
tidak ada dorongan motivasi dalam dirinya. Oleh sebab itu, guru dituntut
kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, karena pada hakikatnya aktivitas
belajar adalah aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mental seseorang.
Dengan demikian apabila peserta didik belum siap (secara mental) menerima
pelajaran yang akan disampaikan, maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran yang
dilaksanakan tersebut akan berjalan dengan sia-sia dan tanpa makna.[10]
Ada beberapa cara untuk memotivasi siswa dalam belajar,
antara lain :
1.
Memperjelas tujuan yang ingin
dicapai;
2.
Membangkitkan minat siswa;
3.
Sesuaikan materi pelajaran dengan
pengalaman dan kemampuan siswa;
4.
Ciptakan suasana yang menyenangkan
dalam belajar;
5.
Berilah pujian yang wajar terhadap
setiap keberhasilan siswa;
6.
Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Selanjutnya, informasi dan data kemajuan akademik yang
diperoleh guru dan kegiatan evalusai (khususnya evaluasi formal) seyongyannya
dijalankan feed back _umpan balik) untuk melakukan penindaklanjutan proses
belajar mengajar. Hasil kegiatan evaluasi juga seyogyanya dijadikan pangkal
tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan
penyelenggaraan PMB pada masa yang akan datang, dengan demikian, kegiatan
belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai
puncak kinerja akademik yang sangat di dambakan ini.
E. Guru
sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai
pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan
inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat
membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.
Untuk itu guru harus mampu menciptakan
lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang
tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan
yang terpusat pada peserta didik, agar dapat memberikan inspirasi,
membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif
merupakan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi
proses belajar. Lingkungan yang kondusif antara lain dapat dikembangkan melalui
berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut.[11]
1. Memberikan
pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas
pembelajaran.
2. Memberikan
pembelajaran remedial bagi peserta didik yang kurang berprestasi, atau
berprestasi rendah.
3. Mengembangkan
organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan
potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4. Menciptakan
kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta
didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
5. Melibatkan
peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6. Mengembangkan
proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan
guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai
sumber belajar.
7. Mengembangkan
sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada
evaluasi diri sendiri.
F. Educator (pendidik)
Tugas
pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang
diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator,ilmu adalah syarat utama.
Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsive terhadap
masalah kekinian yang sanagt menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
Ini berarti bahwa guru harus belajar
terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai
ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.[12]
F. Posisi Dan Ragam Guru Dalam Belajar
Mengajar
1. Posisi
Guru dalam Proses Mengajar-Belajar
Menurut Claife (1976), guru adalah: … an authority in the disciplines relevant to education, yakni
pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan pendidikan. Walaupun begitu, tugas guru tidak hanya menuangkan ilmu
pengetahuan ke dalam otak para siswa, tetapi juga melatih keterampilan (ranah
karsa) dan menanamkan sikap serta nilai (ranah rasa) kepada mereka (Daradjat,
1982).
Pendapat lainnya diutarakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata
dalam bukunya yang berjudul Landasan
Psikologi Proses Pendidikan. Menurutnya terdapat tiga peranan guru dalam
proses mengajar-belajar, yaitu sebagai berikut.
Guru
sebagai pribadi,
dalam situasi pendidikan atau pengajaran terjalin interaksi antara siswa dengan
guru atau antara peserta didik dengan pendidik. Interaksi ini sesungguhnya
merupakan interaksi antara dua kepribadian, yaitu kepribadian guru sebagai
orang dewasa dan kepribadian siswa sebagai anak yang belum dewasa dan sedang
berkembang mencari bentuk kedewasaan.
Kedudukan guru sebagai pendidik dan pembimbing tidak bisa
dilepaskan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat mempengaruhi
peranannya sebagai pendidik dan pembimbing. Dia mendidik dan membimbing para
siswa tidak hanya dengan bahan yang ia sampaikan atau dengan metode-metode
penyampaian yang digunakannya, tetapi dengan seluruh kepribadiannya. Mendidik
dan membimbing tidak hanya terjadi dalam interaksi formal, tetapi juga
interaksi informal, tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan. Pribadi guru
merupakan satu kesatuan antara sifat pribadinya, dan peranannya sebagai
pendidik, pengajar dan pembimbing.
Guru sebagai pendidik dan
pengajar, guru mempunyai peranan ganda
sebagai pengajar dan pendidik. Kedua peran tersebut bisa dilihat perbedaannya,
tetapi tidak bisa dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah membantu
mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, sosial, dan moral. Dewasa secara
psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri, tidak tergantung kepada
orang lain, juga telah mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya, mampu
bersikap objektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin hubungan
sosial dan kerja sama dengan orang dewasa lainnya, telah mampu melaksanakan
peran-peran sosial. Dewasa secara moral, yaitu telah memiliki seperangkat nilai
yang ia akui kebenarannya, ia pegang teguh dan mampu berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang menjadi pegangannya.
Tugas utama guru sebagai pengajar
adalah membantu perkembangan intelektual, afektif dan psikomotor, melalui
menyampaikan pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan
keterampilan.
Pada waktu guru menyampaikan pengetahuan dll., tidak mungkin terlepas dari
upaya mendewasakan anak, dan upaya mendewasakan anak tidak mungkin dilepaskan
dari mengajar (menyampaikan pengetahuan dll). Keduanya sukar untuj dipisahkan,
pada suatu saat mungkin peranannya sebagai pendidik lebih besar sedang pada
saat lain peranannya sebagai guru yang lebih besar. Guru sebagai pendidik
terutama berperan dalam menanamkan nilai-nilai, nilai-nilai yang merupakan
ideal dan standar dalam masyarakat. Sebagai pendidik guru bukan hanya penanam dan
pembina nilai-nilai tetapi ia juga berperan sebagai model, sebagai contoh suri
teladan bagi anak-anak. Oleh karena itu tidak heran apabila banyak tuntutan
yang diarahkan kepada guru. Semua nilai-nilai baik yang ada dalam masyarakat,
dituntut untuk dimiliki oleh seorang guru.
Guru sebagai pembimbing, selain sebagai pembimbing
dan pengajar, guru juga punya peran sebagai pembimbing. Perkembangan anak tidak
selalu mulus dan lancar, ada kalanya lambat dan mungkin juga berhenti sama
sekali. Dalam situasi seperti itu mereka perlu mendapatkan bantuan atau
bimbingan. Dalam upaya membantu anak mengatasi kesulitan atau hambatan yang
dihadapi dalam perkembangannya, guru berperan sebagai pembimbing. Sebagai pembimbing, guru perlu
memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya, memahami segala potensi
dan kelemahannya, masalah dan kesulitan-kesulitannya, dengan segala latar
belakangnya. Agar tercapai kondisi seperti itu, guru perlu banyak mendekati
para siswa, membina hubungan yang lebih dekat dan akrab, melakukan pengamatan
dari dekat serta mengadakan dialog-dialog langsung. Dalam situasi hubungan yang
akrab dan bersahabat, para siswa akan lebih terbuka dan berani mengemukakan
segala persoalan dan hambatan yang dihadapinya. Melalui situasi seperti itu
pula, guru dapat membantu para siswa memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapinya.
2. Ragam
Guru dalam Proses Mengajar-Belajar
Berdasarkan hasil riset mengenai gaya, penampilan dan
kepemimpinan para guru dalam mengelola PMB, ditemukan tiga ragam guru, yakni:
otoriter, laissez-faire, dan demokratis. Tetapi, Barlow (1985) mengemukakan
satu lagi yaitu otoritatif. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini adalah
sebagai berikut.
Pertama, guru otoriter (authoritarian). Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri
atau sewenang-wenang. Dalam PMB, guru yang otoriter selalu megarahkan dengan
keras segala aktifitas para siswa tanpa dapat ditawar-tawar. Hanya sedikit
sekali kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berperan serta meutuskan
cara terbaik untuk kepentingan belajar mereka. Memang diakui, kebanyakan guru
yang otoriter dapat menyelesaikan tugas keguruannya secara baik, dalam arti
sesuai dengan rencana. Namun guru semacam ini sangat sering menimbulkan
kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa pria, bukan saja karena
watakny ayng agresif tetapi juga karena merasa kreatifitasnya terhambat.
Kedua, guru laissez-faire (sebut: lezei
fee), padanannya adalah individualisme (paham yang menghendaki kebebasan
pribadi). Guru yang berwatak seperti ini biasanya gemar mengubah arah dan cara
pengelolaan PMB secara seenaknya, sehingga menyulitkan siswa dalam
mempersiapkan diri. Sesungguhnya, ia tidak menyenangi proesinya sebagai tenaga
pendidik meskipun mungkin memiliki kemampuan yang memadai. Keburukan lain yang
juga disandang adalah kebiasaannya yang
“semau gue” yang menimbulkan pertengkaran-pertengkaran.
Ketiga, guru demokratis (democratic). Arti demokratis adalah
bersiat demokrasi, yang pada intinya mengandung makna memperhatikan persamaan
hak dan kewajiban semua orang. Guru yang memiliki sifat ini pada umumnya
dipandang sebagai guru yang paling baik dan ideal. Alasannya, disbanding dengan
guru-guru lainnya guru ragam demokratis lebih suka bekerja sama dengan
rekan-rekan seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnya secara mandiri.
Ditinjau dari sudut hasil pembelajarannya, guru yang demokratis denganyang
otoriter tidak jauh berbeda. Akan tetapi, dari sudut moral, guru yang
demokratis ternyata lebih baik dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh
rekan-rekan sejawat maupun oleh siswanya sendiri.
Keempat, guru yang otoritati (authoritative). Otoritatif berarti
berwibawa karena adanya kewenangan baik berdasarkan kemampuan maupun kekuasaan
yang diberikan. Guru yang otoritati adalah guru yang memiliki dasar-dasar pengetahuan
yang memadai baik pengetahuan bidang studi vaknya maupun pengetahuan umum. Guru
seperti ini biasanya ditandai oleh kemampuan memerintah secara efektif kepada
para siswa dan kesenangan mengajak kerja sama dengan para siswa jika diperlukan
dalam mengikhtiarkan cara terbaik untuk penyelenggaraan PMB. Dalam hal ini, ia hampir
sama dengan guru yang demokratis. Namun, dalam hal memerintah atau memberi
anjuran, guru yang otoritatif pada umumnya lebih efektif, karena lebih disegani
oleh para siswa, dan dipandang sebagai pemegang otoritas ilmu pengetahuan faknya
seperti yang telah diuraikan dimuka.[13]
G. Standar Guru
A. Kualifikasi Akademik Guru
Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat
diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi
belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan
dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki
keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi wewenang
untuk melaksanakannya.
B. Standar Kompetensi Guru
Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari
empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.[14]
C. Memiliki Sertifikat Pendidik
Pada dasarnya pelaksanan sertifikasi guru mempunyai banyak
tujuan dan manfaat
(Sujanto, 2009 :9-11). Berikut ini beberapa tujuan utama
sertifikasi guru.
1) Menentukan
kelayakan guru sebagai agen pembelajaran.
2) Sebagai
agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses
pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik
dapat diartikan
sudah layak menjadi agen pembelajaran.
3) Meningkatkan
proses dan mutu pendidikan
4) Mutu
pendidikan antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil proses
pembelajaran. Mutu siswa ini diantaranya ditentukan dari
kecerdasan, minat, dan
usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti
berkualitas dan
profesional menentukan mutu siswa.
5) Meningkatkan
martabat guru.
D. Sehat Jasmani
Dan Rohani
yang keempat adalah sehat jasmani serta rohani yaitu kondisi
kesehatan fisik serta mental yang memungkinkan seorang guru bisa menjalankan
tugas dengan baik. Seorang pendidik merupakan petugas lapangan dalam hal
pendidikan sehingga kesehatan jasmani adalah faktor yang akan menentukan lancar
dan tidaknya proses pendidikan. Guru yang menderita penyakit menular tentu akan
sangat membahayakan murid.
Yang dimaksud dengan sehat rohani adalah menyangkut masalah
rohaniah manusiawi yang berhubungan dengan masalah moral yang baik, luhur dan
tinggi. Seorang guru harus mempunyai moral yang baik dan menjadi teladan bagi
anak didiknya. Sifat yang dimasukkan dalam moral atau budi yang luhur antara
lain jujur, adil, bijaksana, pemaaf, tidak mementingkan diri sendiri dan
menjauhi perbuatan tercela.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
- Simpulan
Di dalam seluruh materi yang telah tertulis
maka diambilah sebuah kesimpulan dari setiap sub bab yang telah dibahas
sebagaimana berikut:
1. Menurut
tinjauan psikologi, kepribadian adalah sifat hakiki individu yang tercermin
pada
sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang
lain. McLeod
(1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai sifat yang khas yang
dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini, kepribadian adalah karakter atau
identitas. Yang di dalamnya meliputi:
- Fleksibitas Kognitif Guru
- Fleksibitas Kognitif Guru
- Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru
2. Selanjutnya
istilah “profesional” (professional) aslinya adalah kata sifat dari kata
profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukkan pekerjaan.
Berdasarkan pertimbangan arti-arti diatas, maka pengertian guru profesional
adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi
(profisiensi) sebagai sumber kehidupan. Kebalikannya guru amatir yang dibarat
disebut sub-professional seperti teacher aid (asisten guru). Di
negara-negara maju khususnya Australia, asisten guru ini dikaryakanuntuk
membantu guru profesional dalam mengelola kelas, tetapi tidak mengajar.
Kadang-kadang guru amatir itu ditugasi menangani keperluan belajar kelompok
siswa tertentu, misalnya kelompok imigran.
Dalam menjalankan kewenangan
profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies)
psikologis, yang meliputi:
1). Kompetensi kognitif (kecakapan
ranah cipta)
2). Kompetensi afektif (kecakapan ranah
rasa)
3). Kompetensi psikomotor (kecakapan
ranah
3. Perluasan tugas dan tanggung jawab guru tersebut
membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian integral
(menyatu) dalam kompetensi profenionalisme keguruan yang disandang oleh para
guru. Menurut gagne, setiap guru berfungsi sebagai:
1. Perancang pengajaran
2. Pengelola pengajaran
3.
Penilai prestasi belajar siswa.
4.Dalam memahami akan skill
seorang pengajar terdapatlah beberapa kriteria yakni diantaranya:
a. Pemahaman
Konseptual Pengetahuan Inti
b. Praktek Reflektif
c. Pengajaran untuk Pemahaman
d. Passion for Learning
e. Memahami Sekolah dalam Konteks Masyarakat dan Budaya
f. Profesionalisme
B. Saran
1. Hendaknya makalah ini dapat membantu
teman-teman mahasiswa untuk menemukan
karakteristik yang efektif sebagai
seorang guru.
2. Melalui materi yang telah dibahas,
mahasiswa dapat memahami kompetensi mengajar
sebagai seorang
guru.
3. Hendaknya mahasiswa mampu memahami
peranannya sebagai seorang guru dihadapan
murid.
4. Hendaknya mahasiswa mempunyai skill
untuk mengajar murid sebagai seorang guru.
[2] Jhon M. Echols dan
Hasan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1980),
Cet ke-8, h.560-608
[3] Hans Wehr, A
Dictionary of Modern Written Arabic, (Bairut : Librarie du Liban, London : Mac.
Donald dan Evans, Ltd., 1974), Cet ke-4, h.15
[4] Hadari
Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta : Haji
Masagung, 1989, 1989), Cet ke-3, h.123
[5] Hadari
Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta : Haji
Masagung, 1989, 1989), Cet ke-3, h.123
[6] Oemar Hamalik, Psikilogi
Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), Cet ke-8, hal
35
[7] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006),
cet. Ke-12 hal. 225-226
[8] Ibid, hal 226
[9] http://www.matrapendidikan.com/2014/04/kompetensi-dasar-guru-profesional.html
[11] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007, hal 68-69
[12] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif,Kreatif, dan
Inovatif, Diva Press, Jogjakarta,2010, hlm 55
[13] Muhibbin, Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cetakan kesepuluh, Oktober 2004. hal 253
[14] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru.
Izin copas boleh?
BalasHapus